26 Desember 2009

KY Kaji Putusan Bermasalah

KY Kaji Putusan Bermasalah
Mayoritas dari 1.400 Vonis Hakim Tidak Penuhi Rasa Keadilan

JAKARTA, Komisi Yudisial (KY) kini mengkaji sekitar 1.400 pu tusan hakim di pengadilan tingkat pertama dan banding di seluruh Indonesia. Di antara jumlah itu, 968 putusan (sekitar 69 persen) di laporkan masyarakat karena di duga tidak memenuhi rasa keadilan. Selain itu, KY tengah mengka ji putusan kontroversial yang di jatuhkan 62 hakim di sejumlah pengadilan di tanah air.

''Belum tentu 62 hakim itu meme nuhi kriteria untuk diperiksa. Te tapi, putusan mereka menjadi kontroversi di masyarakat,'' ujar Ke tua KY Busyro Muqoddas ke ma rin (26/12).

Salah satu yang tengah dikaji KY adalah putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Batang, Jawa Te ngah, pekan lalu. Yakni, mene rima permohonan ganti jenis kelamin Agus Wardoyo menjadi Dea Wardini.

Pekan depan, KY akan mengadakan rapat pleno untuk menindaklanjuti laporan dari masyarakat itu. KY bakal meneliti apakah terdapat penyimpangan kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam pengambilan putusan yang dikomplain masyarakat. ''Kalau ada penyimpangan, modusnya bagaimana,'' kata Busyro.

Dia mengakui, masih banyak hakim yang bermain-main dengan teknis yudisial. Meski demikian, lanjut Busyro, dari sisi persentase, masih lebih banyak hakim yang baik daripada yang tidak baik. Kehormatan hakim yang baik itu harus dijaga dengan cara menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim. ''Secara sederhana, 62 hakim di antara total 6.900 hakim itu hanya berapa persen. Jadi, masih banyak hakim yang baik,'' tuturnya.

Menurut Busyro, penegakan kode etik dan pedoman perilaku hakim pada era kepemimpinan Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin Andi Tumpa jauh lebih baik bila dibandingkankan dengan saat MA dipimpin Bagir Manan. Selama kepemimpinan Bagir Manan, KY mengajukan 28 hakim untuk diperiksa karena dugaan pelanggaran kode etik, namun tidak direspons.

Sejak MA dipimpin Harifin, empat hakim disanksi melalui proses Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Termasuk wakil ketua Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Kalimantan Selatan. ''Mayoritas laporan tidak ditindaklanjuti dengan alasan sudah masuk teknis yudisial,'' katanya.

Tidak ada komentar: